Amin Rois - RSUPN Dr. Cipto Mangunkusuno Jakarta - Oktober. Setelah melalui serangkaian tes kesehatan, saya tes saya berakhir di alat MRI (Magnetic Resonance Image). Sebuah alat yang dulu saat saya sehat sangat saya takuti. Karena dalam benak saya alat itu untuk orang yang berpenyakit parah. Tapi setelah saya diharuskan periksa menggunakan alat tersebut, saya baru tahu kalau ada beberapa penyakit / sakit yang lebih baik / akurat diagnosanya menggunakan alat tersebut.

Skip.

Kembali ke judul. Saya berumur 23 tahun sampai 11 Desember tahun ini. Saya resign dari tempat kerjaan bulan september kemarin. Tapi saya merasakan sakit ini dari awal september kemarin (2014). Awalnya rasa pegal-pegal biasa di sekujur badan, jadi saya cuma pergi ke tukang urut.
Biasanya setelah urut sekali, rasa pegal hilang. Tapi ini saya bahkan sudah urut di tiga tempat. Dan hasilnya masih pegal menyelimuti badan. Sempat saya mendatangi tukang pijat atau urut referensi dari beberapa teman saya. Hasilnya pun juga nihil. Tukang urut yang terakhir yang juga referensi teman, lumayan membuat saya deg-degan, karena dia bilang ada syaraf terjepit.
Awalnya saya tidak percaya, bahkan tidak mau percaya. Soalnya dia belum sempet memijit saya. Dia cuma mengelus-elus diatas bagian pinggul saya yang sakit. Teman saya bilang, memang kalau mau dipijit sama si Ibu Tukang Urut itu biasanya diperiksa dulu dengan tenaga dalam. Entah apa yang harus saya percayai. Beberapa penjelasan yang dia berikan membuat saya perlahan percaya dengan diagnosa si ibu. Mulai dari gaya makan, gaya tidur, kurang olah raga, kebiasaan kerja, dan lain-lain yang dia ceritakan persis yang saya lakukan.
OMG, saya sedikit shock, tapi masih belum percaya dengan diagnosa terkait syaraf terjepit dari si Ibu Tukang Urut. Beberapa hari kemudian saya ke salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di Jakarta Timur, tepatnya di Cawang, tapi saya diharuskan periksa terlebih dahulu ke Puskesmas terdekat dengan rumah. Oke, besoknya saya ke Puskesmas. Serangkaian pertanyaan dilontarkan dokter, kemudian kaki saya terlentang di kasur, dan kaki saya satu persatu diangkat dan ditekuk.
"Besok ke sini lagi (puskesmas), soalnya mas harus rongsen. Ini ada kemungkinan LBP, tapi sebaiknya rongsen dulu", begitu penjelasan dokter seketika itu.
LBP? Rongsen? Ada apa ini? Kok sampe di rongsen. Yang saya tau rongsen buat memeriksa tulang. Padahal seingat saya