Ini hanya notes agar saya tetap istiqomah dalam jiwa yang lemah. . 
.
Assalamu'alaikum, selamat malam Rekan2.. 
.
Kemarin malam Nopan berdiskusi hingga larut dengan salah satu Rekan Kita yang menyampaikan betapa sulit kondisi ekonominya (versi dia), setelah memutuskan Hijrah dari pekerjaan di Lembaga Ribawi..
.
Kembali Nopan merenung setelah diskusi itu berakhir, bahwa ternyata mindset (alam bawah sadar) itu sangat dahsyat mempengaruhi pikiran, punya Rumah dengan segala isinya serta kendaraan roda 4 dan 2 yang berjejerpun, ternyata masih bisa merasa kekurangan bila terus dibanding2kan dengan penghasilan saat dulu di Lembaga Keuangan Ribawi, penghasilan yang saat ini di dapatpun dirasa masih saja belum cukup bila semua tanpa di sertai oleh rasa Qona'ah..
.
Padahal di lain kisah, siang hari kemarin, ada salah satu Rekan Kita dari Group Jabodetabek berkisah panjang lebar tentang betapa bersyukurnya beliau setelah memutuskan Hijrah dari pekerjaannya di perbankan, walau ujian dan cobaan setelahnya masih dirasakan hingga saat ini, sampai pada satu titik Rekan kita merasa bahwa Harta berlimpah yang dulu beliau dan pasangannya kejar hingga telantarkan putra putrinya tidaklah menjamin kebahagiaan yang ingin dia dapat seperti rasa bahagia dengan kondisi pas2an yang beliau rasa saat ini, walau harus bolak balik ke psikiater dan psikolog untuk buah hatinya yang sejak usia 3th sudah tidak mau berbicara sama sekali hingga saat ini usia menjelang 8 tahun..
.
Aahh Rekan2, sungguh hidup itu bagaimana kita masing2 memaknainya..
.
ini file dan tulisan lama yg kadang Nopan baca2 kembali, pada moment2 tertentu disaat pikiran terlalu khawatir dengan urusan duniawi..
~~~
*TEH PANAS SAK SRUPUTAN DI POJOK ALUN-ALUN KIDUL YOGYAKARTA*
.
Saya melihat Simbok penjual sayur menyeruput teh, nampak nikmaat sekali.. setelah puas ditutupnya kembali cangkir blirik ijo..
.
Saya mencoba untuk belajar, merenungkan kembali peristiwa ini..
.
Ternyata pada akhirnya semua rasa itu sama..
.
Secangkir teh blirik itu hanyalah seharga Rp 2.000 (dua ribu rupiah). Namun simbok itu begitu menikmatinya. tidak beda dengan nikmatnya teh yang dibeli di cafe atau resto dengan tarif harga mahal..
.
Seberapa lama teh itu nikmat?..
.
Hanyalah sepanjang perjalanan sampai di tenggorokan. setelah itu rasanya lenyap..
.
Tidak berbeda dengan minuman semahal apapun..
.
Begitu pula nikmat-nikmat yang lainnya, ketika tidur di kasur yang empuk ataupun tikar, ketika mata terpejam, kita tak bisa membedakan saat ini tidur di mana. nikmatnya kasur empuk hanyalah terasa sampai mata ini terpejam..
.
Begitu pula tentang sebuah penderitaan.. Sewaktu nglaju dari Jakarta - Jogja saya pernah tidak mendapat tempat duduk di bis. pegel2 deh kaki ini, apalagi bawa bawaan lumayan banyak, dan baru dapat tempat duduk, 1 jam menjelang turun..
.
Rasanya penderitaan 12 jam sebelumnya tidak terasa lagi, nikmaaat sekali.. yang 1 jam ini. Namun senikmat apapun, saat kondektur bilang "Jogja terakhir, Jogja terakhir.." maka tanpa pikir panjang atau berat hati saya berdiri. kursi saya tinggalkan. Bahkan tak terpikir sedikitpun untuk membawa kursi bis..
.
Entah esok akan dapat kursi lagi atau tidak. pokoknya kursi itu saya tinggalkan..
.
Begitu pula dengan kursi jabatan. saatnya selesai, maka tinggalkanlah kursi itu dengan senang hati..
.
Ternyata kehidupan itu hanyalah tentang rasa. dan segala rasa hanyalah sebentar dan akan berganti rasa yang lain..
.
Apapun rasa yang hadir padamu saat ini. nikmati sajalah. karena semua hanya sementara..
.
Simbok.. maturnuwun nggih sudah mengajarkan ilmu panguripan. mugi slamet lan sehat nggih. benjang sadean maleh..